Jumat, Juni 20, 2008

Perancis diprotes Beijing ???

Hubungan bilateral antar dua negara memang tidak dapat dipredikisi oleh siapapun. Itulah yang terjadi antara China dan Perancis. Sebelum terjadi gangguan terhadap arakan obor Olimpiade, hubungan kedua negara dapat dikatakan sangat baik. Bidang ekonomi dan politik mendapat perhatian utama dalam kerjasama tersebut. Bertahun-tahun usaha untuk membina hubungan akhirnya menjadi kacau hanya karena peristiwa sehari.
Penyebab utamanya adalah karena China dipandang tidak menghargai hak kemerdekaan Tibet yang masih menjadi wilayah kekuasaannya. Demi kebebasan berpolitik dan beragama, sekitar 140 warga etnis Tibet tewas. Angka sebanyak itu yang disiarkan Pemerintah Tibet dalam pengasingan. Sebanyak 22 orang China juga diberitakan tewas dalam kerusuhan yang pecah sejak 24 Maret 2008. Memang ketetapan jumlah korban masih simpang siur, bisa lebih banyak atau lebih sedikit, karena terbatas atau bahkan tertutupnya akses ke Tibet.
Pemerintah China telah melarang wartawan asing untuk masuk ke wilayah Tibet atau propinsi sekitar Tibet untuk melaporkan peristiwa di wilayah yang sering disebut sebagai “atap dunia” itu. Kebijakan tersebut dilakukan dengan alasan siaran yang dilakukan wartawan asing tentang Tibet bias. Akan tetapi, adanya demokratisasi teknologi dan informasi membuat apa yang terjadi di Tibet tetap dapat diketahui masyarakat internasional dan menuai ribuan keprihatinan. Pemerintah Beijing berdalih bahwa mereka menindak tegas para perusuh dan pembuat onar. Kemakmuran ekonomi memang telah diberikan China kepada Tibet tetapi apalah artinya itu semua kalau kebebasan yang merupakan unsur paling hakiki dari setiap manusia tetap dikekang.
Para demonstran pro-Tibet di Perancis telah melakukan berbagai protes mengenai kebijakan China ini. Hal ini sebenarnya juga didukung oleh hampir seluruh aktivis HAM di dunia. Puncaknya terjadi di Paris, ketika arakan obor Olimpiade yang mengelilingi kota Paris berusaha direbut oleh salah satu aktivis Perancis. China sendiri menganggap Perancis terlalu ikut campur urusan dalam negerinya. Gangguan terhadap obor olimpiade oleh aktivis kemerdekaan Tibet telah membuat rasa nasionalisme rakyat China terbakar. Terutama sejak peristiwa Paris seperti yang diuraikan di atas. Di ibu kota Perancis itu, api yang sedang diarak keliling dunia tersebut diserang untuk direbut dari tangan gadis cacat yang membawanya di atas kursi rodanya.
Aksi ini sampai membuat polisi Perancis membatalkan etape terakhir lari beranting membawa Obor Olimpiade di Paris akibat ramai dan luasnya protes atas penumpasan yang dilakukan China di Tibet. Polisi sampai dua kali terpaksa memadamkan api simbolis itu dan membawa bersama pengaraknya dengan bus melalui massa yang terdiri dari pemrotes yang marah, sebagian diantaranya melambai-lambaikan bendera Tibet. Media pemerintah China mengatakan api obor dipadamkan dua kali karena alasan keamanan dan menyebut tentang aksi protes oleh warga Tibet separatis.
Polisi anti huru-hara memagari jalan-jalan kota Paris sementara demonstran lain mengibarkan bendera hitam dari Menara Eiffel yang kelima cincinnya berbentuk borgol. Di luar gedung Parlemen Perancis, para anggota menambahkan suara mereka pada protes itu. Sedangkan, para demonstran pro-China berjajar di sepanjang jalan yang dilalui obor sambil melambai-lambaikan bendera China.
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy ternyata juga mengirim surat kepada pembawa obor asal China Isi surat tersebut adalah kecaman keras dan protes terhadap perarakan obor Olimpiade Beijing 2008 di Paris. Sarkozy meminta pemerintah China segera menyelesaikan kerusuhan yang terjadi di Tibet beberapa pekan lalu. Ia meminta China membuka dialog dan membebaskan para tawanan politik.
Presiden Sarkozy mengatakan negaranya tidak menutup kemungkinan memboikot Olimpiade Beijing, apabila China tidak menanggapi secara serius dan bertanggung jawab kerusuhan di Tibet. Sarkozy mengatakan bahwa sesungguhnya ia ingin segera diselenggarakan dialog antara pemimpin China dan wakil dari pemerintah Tibet di pengasingan. Perancis sejauh ini menampik adanya boikot Olimpiade, tetapi Sarkozy mengatakan keputusan akhir bergantung pada bagaimana China menangani situasinya.
Pernyataan Sarkozy tersebut sama dengan seruan dari pemimpin dunia lainnya, yang mendesak China agar menghentikan penggunaan kekerasan terhadap warga Tibet dan bertemu dengan pemimpin spiritual Tibet di pengasingan, Dalai Lama. Sarkozy menawarkan bantuan untuk memfasilitasi pembicaraan antara China dan Dalai Lama. Kebanyakan pemimpin dunia menentang pemboikotan, dan menekankan Olimpiade merupakan event olahraga dan bukan politik.
Kali ini China yang bersikap keras memprotes Perancis karena memberikan “penghormatan” kepada pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, yang memiliki nama asli Tenzin Gyatso. China menganggap hal itu sebagai penghinaan dan bentuk dari turut campur urusan dalam negeri. Pemerintah Kota Paris member Dalai Lama gelar warga kehormatan. Hal ini membuat China geram dan mengatakan bahwa keputusan itu sebagai “sebuah penghinaan lagi” yang bisa merusak hubungan kedua negara. Dewan Kota Paris memberikan penghargaan kepada Dalai Lama, padahal negara Perancis sedang berusaha memperbaiki hubungan yang terganggu karena protes atas perarakan obor Olimpiade Beijing 2008.
Sikap protes antara kedua negara membuat hubungan keduanya semakin bertambah buruk. Isu politik yang berkembang juga disebabkan oleh beredar luasnya foto wanita China yang duduk di kursi roda, sebagai pembawa obor Olimpiade di Paris, yang diserang oleh demonstran pro-Tibet. China berusaha membantah hal ini sembari mengalihkan perhatian publik internasional kepada kesalahan pemerintah Perancis yang memberikan gelar kehormatan kepada Dalai Lama.
Apabila kedua negara tidak segera menyelesaikan permasalahan ini, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi krisis masalah diplomasi yang menyebabkan hancurnya hubungan kedua negara. Perwakilan negara juga dapat terancam keberadaanya. Misalnya, warga negara Perancis yang bekerja di China atau perwakilan diplomatik dapat terganggu dan diskriminasi menjadi hal pertama yang akan dilakukan oleh masyarakat China. Demikian halnya dengan warga negara China di Perancis. Kekerasan dan aksi pembunuhan juga dapat terjadi apabila tidak segera diselesaikan dengan baik oleh kedua belah pihak.
Ribuan warga China sempat berpawai di Paris untuk mendukung Olimpiade Beijing dan menentang penyimpangan liputan media tentang perjalanan obor Olimpiade serta kerusuhan di Tibet yang terjadi belum lama ini. Para pengunjuk rasa itu mengenakan kaus oblong bertuliskan "One China, One Family" (Satu China, Satu Bangsa) dan memprotes media Barat. "Kami berunjuk rasa untuk menentang penyimpangan informasi media Perancis dan Barat, selain untuk mempromosikan Olimpiade dan membangun jembatan antara rakyat Perancis dan China--bukan membangun tembok seperti yang dilakukan media," kata juru bicara pengunjuk rasa itu, Thierry Liu. Bendera China berkibar bersama bendera Perancis sebagai lambang persahabatan kedua bangsa.
Ekonomi juga menjadi masalah utama yang timbul akibat serangkaian aksi ini. Beberapa analis mengatakan bahwa sikap boikot Perancis akan segera dibalas oleh China dengan pemboikotan pula. Hal ini ternyata terbukti pada 18 April 2008. Saat itu banyak pengunjuk rasa China yang memboikot produk-produk Perancis bahkan sampai sekarang. Peristiwa itu kontan melahirkan gerakan memboikot Carrefour, jaringan pasar swalayan Perancis di seluruh China. Mula-mula berbentuk SMS, lalu internet, dan mulai berwujud demo-demo di depan Carrefour. “Memalukan kalau masih ada yang belanja di Carrefour”, begitu bunyi salah satu spanduk yang mereka bawa.
Mereka juga melakukan aksi menentang mereka yang mengkampanyekan kemerdekaan Tibet. Ratusan orang berkumpul di kota-kota termasuk Beijing, Wuhan, Hefei, Kunming, dan Qingdao, kebanyakan di luar supermarket Perancis Carrefour. Demo berlangsung gemuruh namun para pengunjuk rasa ini dikawal dengan ketat oleh polisi. Para pengunjuk rasa mengatakan mereka marah atas banyaknya protes yang terjadi dalam perayaan obor Olimpiade di Paris. Carrefour yang di China disebut Jia Le Fu memang berkembang pesat belakangan ini sehingga menjadi simbol kehadiran Prancis yang mencolok di seluruh China. Di tiap kota besar selalu ada tiga atau empat Jia Le Fu. Bahkan, kini sudah merambah ke kota-kota sedang dan kecil.
Begitu meluasnya perasaan tidak suka akan sikap Perancis itu membuat orang Perancis yang tinggal di China sampai risih. Salah seorang tokoh bisnis Perancis sampai-sampai menulis di harian China Daily mengimbau agar Barat memahami dengan benar China baru yang sudah berbeda dengan 30 tahun lalu. Dia juga meminta Barat untuk realistis karena tuntutan Dalai Lama tidak lagi realistis. Menurutnya, meskipun Dalai Lama kelihatannya hanya minta otonomi, namun ketika dijabarkan seperti apa otonomi yang dimaksudkan itu, ternyata sampai pada tidak boleh ada tentara China sama sekali di Tibet. Juga tidak boleh ada orang suku Han di pemerintahan Tibet. Lebih sulit lagi, yang dimaksud dengan wilayah Tibet adalah bukan hanya daerah otonomi (setingkat provinsi) Tibet sekarang ini, melainkan juga provinsi-provinsi lain di sekitarnya.
Perancis harus mengambil "tindakan konkrit" dan bekerjasama dengan China untuk memperbaiki hubungan kedua negara yang mengalami ketegangan sejak insiden kekacauan menimpa arak-arakan obor Olimpiade di Paris. Hal itu diungkapkan Wakil Presiden China Xi Jinping. Meskipun tidak menjelaskan tentang langkah-langkah yang sebaiknya diambil Perancis, namun ia mengatakan bahwa insiden obor Olimpiade di Paris telah menyakiti perasaan rakyat China, sekaligus merusak citra Perancis dalam pikiran rakyat China. Xi telah bertemu dengan Jean-David Levitte, utusan diplomatik tingkat tinggi Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, untuk mendiskusikan kerusakan hubungan kedua negara. Para nasionalis China beranggapan, bahwa kekacauan yang terjadi saat iring-iringan obor Olimpiade di Paris, telah menyinggung kebanggan nasional China. Xi Jinping menyatakan bahwa ia tidak ingin melihat hubungan buruk antara Perancis dan China.
Di satu pihak, Sarkozy juga meminta agar China menghentikan “tindakan kekerasan” terhadap warga Tibet. Dialog antara Tibet dan China harus dilakukan secepat mungkin. Hasilnya akan sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan sebagian negara dalam Olimpiade Beijing 2008. Tentunya, hal tersebut juga dapat menyelamatkan nama baik China di mata masyarakat internasional. Status dari Tibet dan hak-hak yang layak diperolehnya harus segera dibicarakan dan diputuskan untuk meredakan konflik kedua pihak.
Hubungan China dan Prancis semakin memburuk karena komentar Sarkozy yang menyatakan bahwa ia mungkin akan memboikot upacara pembukaan Olimpiade Beijing pada bulan Agustus. Diharapkan Perancis memberi perhatian penuh pada persoalan terkini yang menghambat hubungan China dan Prancis, dan memperkuat persahabatan serta kepercayaan antar kedua negara. Langkah pertama untuk menciptakan hubungan menjadi kembali baik adalah keikutsertaan Sarkozy pada upacara pembukaan Olimpiade Beijing 2008 bulan Agustus nanti.
Sesungguhnya Olimpiade Beijing 2008 adalah kesempatan dunia untuk melihat China, sekaligus peluang pemerintah dan masyarakat China untuk mempererat hubungan internasional dengan negara lain. Tak dapat dipungkiri, permasalahan kekerasan yang terjadi di Tibet oleh China menjadi akar masalah munculnya tindakan protes dan pemboikotan di seluruh dunia. Akan tetapi, masyarakat internasional juga tidak dapat membenarkan sikap para aktivis HAM di Perancis tentang sikap protesnya. Hal ini terbukti dari tindakan pemboikotan terhadap Olimpiade Beijing yang masih kurang mendapat dukungan dari sebagian besar negara di dunia.



TuLiSaN ini Juga dAH pErNah diPosTing di www.portalhi.web.id atas nama Raka T Bataha (kali ini saya pake fam dari Sangir --- Siau hehehe)

Tidak ada komentar: